Select Menu

Sponsor

Select Menu
Terbaru

Headline

Terbaru

Berita

Artikel

Release

Fiqh

Keluarga

Muslimah

Video

Analisis

» » » Hukum Menita Izin Kepada Thaghut Dalam Menyelenggarakan Acara Dakwah


Khilafah Baqiyah 18.40 0

Al-Lajnah Asy-Syar’iyyah di Minbar Tauhid dan Jihad ditanya seorang ikhwah asal Tunisia mengenai hukum meminta izin kepada pemerintah yang notabene adalah orang-orang murtad untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan islami termasuk dakwah. Berikut jawaban Lajnah yang diwakili oleh Syaikh Abul Mundzir Asy-Syinqithi:

Segala pujia bagi Allah, Pemelihara semesta alam. Sholawat dan salam kiranya tercurahkan kepada Nabi, keluarga dan seluruh para shahabatnya, amma ba’du:

Kaum muslimin sekarang hidup di bawah cengkeraman pemerintah-pemerintah yang memberontak kepada syari’at Allah, pemerintah-pemerintah yang berusaha memberlakukan undang-undang jahiliyyah terhadap mereka dengan kekuatan besi dan api.

Karena itu, siapa yang mampu menggulingkan pemerintah-pemerintah tersebut, memeranginya dan menghabisinya demi tegaknya syari’at Islam, maka tidak diragukan lagi ia wajib melakukannya.

Dan barang siapa yang lemah dan tidak mampu menggulingkannya, maka kewajiban minimal di pundaknya adalah mengingkarinya, menjauhinya dan tidak mengakui legalitasnya.

Hal ini sebagaimana yang Allah firmankan tentang ashabul Kahfi:

{وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ} [الكهف: 16]

Dan ketika kalian menjauhi mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah…

Sebagaimana pula yang dikatakan Nabi Ibrahim kepada kaumnya:

{ وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ} [مريم: 48]

Dan aku menjauhi kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah..

Namun, negara-negara dan pemerintah-pemerintah di zaman kita ini sangat mencengkeram kehidupan rakyat, di mana negara ikut campur dalam setiap sendi kehidupan asasi, seperti dengan adanya unit-unit kesehatan, pendidikan, ekonomi dan perdagangan, serta mengontrol gerakan masyarakat dan keluar masuknya barang-barang …

Akibatnya, masyarakat tidak bisa menjalani kehidupan biasa mereka tanpa bergantung dan berinteraksi dengan negara. Semua orang yang hidup di bawah pemerintah terpaksa bergesekan dan berurusan dengan mereka

Di antara hal-hal yang termasuk dalam kategori ‘berurusan dengan para penguasa tidak syar’ie’ yang diperbolehkan:

Membuat kartu identitas, kartu pengenal, ijazah, dokumentasi kontrak-kontrak dan transaksi-transaksi, mendaftarkan diri untuk pekerjaan-pekerjaan yang diperbolehkan, membuat visa atau surat izin tinggal, dan meminta izin untuk pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan, di mana negara akan melarang penyelenggaraannya tanpa izin dari unit-unit tertentu yang berwenang.

Berurusan dengan para penguasa kafir dan perangkat-perangkat manajerial mereka dalam perkara-perkara ini hanyalah konsekwensi yang tak bisa terelakkan dari ketidak mampuan kita menggulingkan mereka.

Meminta izin untuk menyelenggarakan kegiatan atau pekerjaan apapun (kepada penguasa murtad) tidak termasuk berhukum kepada undang-undang yang menyelesihi syari’at Allah. Ini hanya termasuk berurusan dengan otoritas (lembaga eksekutif) yang ada.

Pemberian izin (untuk menyelenggarakan kegiatan) adalah pemberlakuan administratif dari lembaga yang ditentukan, bukan keputusan pengadilan..

Tidak ada perselisihan bahwa kita dibolehkan meminta otoritas yang tidak syar’ie ini agar mereka tidak menekan dan menghalangi dakwah. Ini pada hakekatnya seperti permintaan secara lisan. Tidak ada perbedaan antara permintaan secara lisan dengan permintaan secara tertulis.

Berurusan dengan para penguasa dalam hal ini dibolehkan, namun tidak boleh sampai mengarah kepada sikap berhukum kepada undang-undang jahiliyyah buatan mereka atau mengakui legalitas hukum yang ada.

Ada perbedaan antara mengakui legalitas penguasa dengan mengakui kekuasaannya atau berurusan dengan mereka sebagai sebuah keharusan.

Meminta izin kadang-kadang berarti mengakui kekuasaan penguasa sebagai sebuah realita, namun tidak selalu berarti mengakui legalitasnya sebagai penguasa.

Barangkali, salah satu contoh yang menunjukkan bolehnya memenuhi beberapa persyaratan dan ketentuan yang kadang ditetapkan penguasa kafir terhadap orang muslim adalah, apa yang diperbuat Nabi Saw. pada perdamaian Hudaibiyyah. Beliau menerima persyaratan kaum Quraisy agar mereka membolehkan kaum muslimin melakukan umroh di tahun mendatang, padahal persyaratan ini memberatkan kaum muslimin.

Mereka pun mengalami kesedihan dan sangat galau dengan adanya persyaratan ini. Bahkan sebagian mereka pun terkena keraguan pada imannya, sampai Umar berkata: “Demi Allah, tidak aku ragu-ragu sejak aku masuk Islam kecuali hari itu”.

Umar lantas mendatangi Nabi Saw. lalu berkata: “Wahai Rasulullah, bukankah kau benar-benar nabi?”.

 Beliau menjawab: “Ya”.

 Umar pun berkata: “Bukankah kita di atas kebenaran dan musuh kita di atas kebathilan?”.

“Ya”, jawab beliau.

Lantas Umar berkata: “Kalau begitu kenapa kita memberikan kehinaan pada agama kita, dan kita pulang sementara Allah belum memutuskan antara kita dan musuh kita”.

Beliau pun bersabda: “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah, dan Dia adalah Penolongku, dan aku tidak mendurhakai-Nya”.

Umar berkata lagi: “Bukankah kau mengabari kami bahwa kami akan datang ke ka’bah dan melakukan thowaf?”.

Beliau bersabda: “Ya, tapi apakah aku mengabarimu bahwa kau akan datang ke ka’bah tahun ini?”.

“Tidak”, jawab Umar

Beliau pun bersabda: “Sesungguhnya kau akan mendatangi ka’bah dan berthowaf….”

Tidak ada perbedaan di kalangan para ulama, bahwa dibolehkan bagi para pendagang kaum muslimin untuk menyerahkan pajak perdagangan kepada orang kafir harbi sesuai dengan yang mereka tetapkan di negeri-negeri mereka. Hal itu tidak dinilai sebagai berhukum kepada undang-undang mereka atau tunduk kepada hukum mereka.

Sikap yang kami pilih -wallahu a’lam- adalah, seharusnya persoalan ‘meminta izin kepada pemerintah murtad’ janganlah menjadi penghalang terselenggaranya dakwah kepada Allah Azza wa jalla. Karena pada hari ini tidak terpaksa dalam kadar tertentu berurusan dengan para pemerintah yang berkuasa. Selain itu, kita tidak bisa melakukan dakwah di bawah naungan rezim manapun yang melancarkan peperangan dan melarang kegiatan-kegiatan dakwah (tanpa izin mereka).

Wallahu a’lam.

Penerjemah: Abu Hamza

Sumber: www.tawhed.ws

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply