Select Menu

Sponsor

Select Menu
Terbaru

Headline

Terbaru

Berita

Artikel

Release

Fiqh

Keluarga

Muslimah

Video

Analisis

» » Khilafah, Apakah Wajib?


Khilafah Baqiyah 10.31 0

Saat ini kaum Muslimin banyak yang belum faham tentang khilafah, terutama apakah wajib hukumnya bagi kaum Muslimin untuk menegakkannya. Salah satu referensi penting untuk mengetahui secara tuntas apa itu khilafah dan kewajiban untuk menegakkannya adalah sebuah buku karya Abdullah bin Umar Sulaiman Ad-Dumaiji yang diterbitkan pada tahun 1987.

Buku penting yang membahas tentang Khilafah tersebut berjudul Al-Imamah al-‘Uzhma ‘Inda Ahl As-Sunnah wa  al-Jama’ah, atau Imam Yang Agung (Khalifah) menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dengan tebal 718 halaman dan ditulis sebagai tesis untuk meraih gelas magister di Universitas Ummul Quro Mekah tahun 1983.

Berikut sedikit ulasan (yang diolah dari sebuah artikel) tentang referensi penting bagi ummat Islam yang haus dan rindu akan kehidupan di bawah naungan Khilafah Islam, dimana setelah diadakan ujian (munaqasyah) oleh Dewan Penguji, Ad-Dumaiji pun dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude (mumtaz). Di antara Dewan Penguji itu adalah Syaikh Sayyid Sabiq, seorang ulama yang terkenal dengan kitabnya Fiqih Sunnah.

Dalam buku ini, dibahas isu-isu terpenting dalam Khilafah, seperti definisi Khilafah dan wajibnya Khilafah, walaupun tidak semua aspek dalam Khilafah terbahas, misalnya lembaga-lembaga negara dalam Khilafah secara lengkap. Ad-Dumaiji membagi kitabnya dalam sebuah mukaddimah, dua bab isi, dan sebuah bab kesimpulan. Dua bab isi itu, yang pertama, mengenai Imamah (Khilafah) menurut Ahlus Sunnah. Yang kedua, mengenai Imam (Khalifah) menurut Ahlus Sunnah.

Bab yang pertama dirinci lagi menjadi empat sub-bab, yaitu : (1) definisi Imamah, (2) wajibnya Imamah dan dalil-dalilnya, (3) tujuan-tujuan Imamah, dan (4) metode pengangkatan Imam. Bab yang kedua juga dirinci lagi, menjadi empat sub-bab, yaitu : (1) syarat-syarat Imam, (2) hak dan kewajiban Imam, (3) pemberhentian Imam, (4) berbilangnya Imam. Bab kesimpulan berisikan 26 butir-butir kesimpulan dari keseluruhan uraian kitab yang panjang lagi lebar.

Dalam pembukaan (muqadimah) kitabnya, Ad-Dumaiji menerangkan bahwa yang mendorongnya untuk menulis kitab ini adalah adanya upaya-upaya jahat berupa tasywih (pencitra-burukan) dan tadnis (pencemaran) terhadap ajaran Khilafah yang telah ada sejak masa awal Islam hingga masa modern kini.

Ad-Dumaiji memberikan beberapa contohnya, misalnya pendapat Abdul Hamid Mutawalli dalam Mabadi` Nizham Al-Hukm hal. 162, yang menyatakan bahwa berdirinya Khilafah seperti yang digambarkan para fukaha, adalah mustahil untuk masa sekarang. Contoh lain adalah pendapat Syaikh al-Maraghi (penulis Tafsir Al-Maraghi) yang berkata,”Dimungkinkan sebuah pemerintahan Islam keluar dari agama Islam lalu menjadi sebuah pemerintahan sekuler. Tidak ada larangan untuk itu…seperti halnya negara Turki yang baru.”  (Musthofa Shabri, Mauqif Al-‘Aql wa Al-‘Ilm wa Ad-Din, Juz 4/285).

Latar belakang inilah yang membuat Ad-Dumaiji sangat prihatin dan sekaligus menentukan tujuan penulisan tesisnya. Ad-Dumaiji menyatakan bahwa kitabnya bertujuan untuk membersihkan konsep Imamah dari segala macam debu dan kotoran yang menempel sehingga konsep Imamah menjadi jelas bagi siapa saja yang hendak mencari kebenaran (thalibul haq) (hal. 10).

Kitab Ad-Dumaiji ini sangat dianjurkan untuk segera difahami ummat Islam pada saat ini, dimana citra Khilafah Islamiyah sedang digempur habis-habisan oleh musuh-musuh Islam dan orang-orang yang menolak Khilafah Islam. Kitab ini juga layak mendapat pujian, karena ditulis dengan penuh kesungguhan dan kecermatan, kitab ini juga mempunyai beberapa keunggulan. Di antaranya :

Kesadaran Akan Situasi Kontemporer

Ad-Dumaiji menunjukkan kesadaran yang tinggi akan situasi kontemporer umat Islam, khususnya setelah hancurnya Khilafah di Turki tahun 1924. Ad-Dumaiji misalnya berkata dengan tajam,”Ketika ‘orang sakit’ (Daulah Utsmaniyah) ini mati, anjing-anjing dunia (kilaab al-dunya) membagi-bagi harta warisannya, dan tertancaplah perpecahan dan permusuhan di antara putera kaum muslimin. Loyalitas (wala`) pun lalu diberikan kepada tanah air, nenek moyang, atau suku, sebagai ganti dari loyalitas dan kecintaan kepada Allah dan karena Allah.”

Tak hanya mempunyai kesadaran politik, Ad-Dumaiji juga mempunyai wawasan pemikiran politik modern yang memadai. Karenanya dia dapat menilai bahwa,”Sistem pemerintahan dalam Islam berbeda dengan seluruh sistem-sistem  pemerintahan buatan manusia, baik yang dahulu maupun sekarang. Perbedaan di antaranya terdapat dalam tujuan, sarana, dan target…”

Maka bagaikan bumi dan langit, kalau kita bandingkan kesadaran itu dengan kesadaran sebagian ulama negeri ini yang terpengaruh oleh sistem demokrasi yang ada.  Mereka gagal memahami perbedaan mendasar antara sistem Khilafah dengan sistem demokrasi yang kufur.

Lalu, Wajibkah Menegakkan Khilafah?

Siapapun yang membaca buku Ad-Dumaiji ini, akan memperoleh tambahan wawasan ilmu keislaman khususnya fiqih siyasah yang tidak sedikit. Maklum saja, karena karya Ad-Dumaiji ini disajikan sebagai hasil olahan dari 260 kitab rujukan. Dan sebagaimana lazimnya penulisan ilmiah, kitab Ad-Dumaiji ini penuh dengan catatan kaki yang memudahkan pembacanya memeriksa dan meneliti rujukan aslinya.

Sebagai contoh, ketika membicarakan dalil-dalil wajibnya Khilafah, Ad-Dumaiji ternyata menemukan enam macam dalil.

Dalil pertama, Al-Qur`an : yaitu QS An-Nisaa` : 59, QS Al-Ma`idah : 48-49, QS Al Hadid : 25, dan ayat-ayat hudud qishash, zakat, dan lain-lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada khalifah.

Dalil kedua, As-Sunnah, baik sunnah qauliyah maupun sunnah fi’liyah.

Dalil ketiga, Ijma’ Shahabat setelah wafatnya Rasul dan menjelang wafatnya Umar.

Dalil keempat, kaidah syar’iyah berbunyi maa laa yatimmul waajibu illa bihi fahuwa waajib (suatu kewajiban yang tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib juga hukumnya). Menegakkan syariah secara total (sebagai suatu kewajiban) tidak mungkin terwujud kecuali dengan adanya Khilafah, maka Khilafah wajib hukumnya.

Dalil kelima, kaidah dharar, yaitu hadits laa dharara wa laa dhiraara (tidak boleh menimbulkan kemudharatan pada diri sendiri maupun orang lain). Bahwa tanpa Khilafah, umat berada dalam kemudharatan, maka Khilafah wajib ada untuk menghilangkan kemudharatan.

Dalil keenam, bahwa khilafah termasuk perkara yang dituntut oleh fitrah dan adat manusia (Lihat Ad-Dumaiji, al-Imamah Al-‘Uzhma, hal. 49-64).

Sungguh, penjelasan hampir 20 halaman untuk dalil-dalil wajibnya Khilafah ini sudah barang tentu akan memperluas cakrawala wawasan keilmuan muslim

Maka akan terasa aneh bin ajaib, kalau ada yang mengatakan, ”Khilafah tidak ada dalilnya (nash) dari al-Qur`an dan Hadits. Khilafah hanya ijtihad para shahabat dan ulama.” Sesungguhnya akan lebih sopan dan akan bisa dimaklumi kalau mereka mengatakan,”Kami belum menemukan dalil wajibnya Khilafah.”  Tapi kalau mengklaim Khilafah tidak ada dalilnya, sungguh ini adalah suatu kesombongan yang besar sekaligus pembodohan yang keji kepada umat Islam. Allah Azza wa Jalla akan meminta pertanggungjawaban atas perkataan batil itu di Hari Kiamat nanti.

Wallahu a’lam bis showab

M Fachry

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply