Select Menu

Sponsor

Select Menu
Terbaru

Headline

Terbaru

Berita

Artikel

Release

Fiqh

Keluarga

Muslimah

Video

Analisis

» » » Anak Sedang Berbohong atau Berkhayal?


Khilafah Baqiyah 16.32 0

“Awalnya, kebohongan adalah hal yang wajar terjadi pada diri anak. Ia hanyalah merupakan sebuah bagian dari proses perkembangan kepribadiannya.”

Peristiwa pembohongan ini sebenarnya tidak selalu berkonotasi negatif. Dalam kondisi tertentu, seseorang memerlukan keahlian berbohong dalam kebaikkan. Seperti ketika perang misalnya. Pada dasarnya, mereka sedang adu taktik, adu strategi. Sedangkan taktik identik dengan kebohongan, maka seorang ahli perang, pranglima perang, haruslah orang yang pandai berbohong.

Cari Kuncinya

Serupa dengan apa yang terjadi pada diri anak usia dini, maka kebohongan yang mereka lakukan harus dapat diarahkan sedemikian rupa, sehingga tidak menjadi kebiasaan buruk.

Mencari kunci penyebab kebohongan anak ini akan sangat menentukan, karena cara penyelesaian yang ditempuh berbeda satu sama lain. Begitu pula nasehat yang harus didengarkan setiap anak pasti tidak sama.

Kunci yang pertama adalah Haus Pujian.

Mendapatkan pujian adalah kebutuhan naluri anak dan orangtua tak perlu mengekang kebutuhan ini selama ditempatkan secara ohong, benar. Apabila kebutuhan ini tidak tercukupi, sangat besar kemungkinan anak  berbohong, membaik-baikkan dirinya sendiri di depan orang tuanya karena haus akan sanjungan dan pujian.

Kunci yang kedua adalah Dunia Fantasi.

Dunia anak adalah dunia dongeng, dunia seribu satu malam. Tokoh dalam dongengpun seringkali sekaligus menjdi tokoh idola mereka. Itu sebabnya dongeng yang diperdengarkan bagi anak-anak haruslah terseleksi secara benar. Misalnya saja kisah mengenai Rasululloh Shalallahu’alaihi wassalam, para sahabat/shahabiyah, dan msih banyak lagi. Maka cukuplah bagi anak-anak kisah teladan ini.

Kunci yang ketiga adalah Imajinasi.



Kebohongan tentang kejadian-kejadian yang tak amsuk akalpun sering terlontar dari mulut si kecil. Orang tua perlu menghargai imajinasi ini. Jangan menghina, mencemooh atau meremehkan imajinasinya. Yang harus dilakukan adalah memberi pengertian kepada anak sedikit demi sedikit, mana yang imajinasi mana yang sebenarnya. Kelak anak perlu mengerti batas antara dunia imajinasi dan dunia nyata.

Kunci yang keempat adalah Pahitnya Kejujuran.

Seharusnya orang tua mau berlapang dada untuk mendengarkan hal-hal yang pahit dari kejujuran. Namun hal itu jangan sampai menjadikan kita kesal sehingga memberi kesempatan anak untuk berbuat dusta gara-gara kita ingin ia mengatakan sesuatu yang menyenangkan orang tuanya.

Sudah sepantasnya bila setiap kejujuran yang dikemukakan anak dibanggakan oleh orangtuanya. Sepahit apapun kejujuran itu. Bahkan sekalipun mereka salah dalam kejujuran itu. tentu yang dibanggakan bukan kesalahannya, tetapi keberaniannya mengaku salah.

Kunci yang kelima adalah Menyembunyikan Kesalahan.

Sepintas lalu, anak yang berani berbohong memang pantas dihukum mengingat perbuatan ini tercela. Namun masih saja orang tua patut berhati-hati dalam menerapkan hukuman bagi anak. Karena tak jarang penyebab keberanian anak berbohong adalah tindakan orangtua sehari-hari yang barangkali tak disadari pengaruhnya.

Misalnya, Khaulah. Ketika Ibunya pergi berbelanja ia masih asik bermain dengan kucingnya dihalaman. Tanpa sengaja, ia memecahkan pot bunga milik ibunya. Karena ia tahu, bahwa ia akan dihukum oleh ibu karena kesalahannya. Maka ia pun menyembunyikan kesalahannya, dan melimpahkannya pada si kucing. Bahwa kucing tersebut yang telah memecahkan pot bunga milik ibu.

Bila seandainya ibu tidak terlalu gampang menjatuhkan hukuman, tak akan ada ketakutan dari Khaulah untuk mengakui kesalahannya. Sebaliknya, justru ia berani untuk menjelaskannya pada ibu, bahwa ia tidak sengaja memecahkan pot bunga tersebut. Sehingga nantinya ia bisa membedakan mana perbuatan yang salah dan benar.

Kunci yang keenam adalah Imitasi Kebohongan.

Anak seorang penipu mempunyai peluang besar menjadi penipu juga. Dan ini sangat mudah terjadi, kalau orang tua tidak betul hati-hati dalam mendidik anak. Sifat Khas seorang anak adlaah perilaku imitasi. Hampir semua pelajaran kehidupan ini diperoleh dari tindakan peniruan.

Kunci yang terakhir adalah Perhatian Negatif.

Ketika anak pulang dari sekolahnya, langsung disambut ibu dengan berondongan pertanyaan. yang menjadi pusat perhatian ibu adlaah laporan-laporan negatif. Ini karena Ibu dibayang-bayangi kekhawatiran anaknya akan berbohong. Yang terlupa ditanyakan adalah perbuatan baik anak. Dan tak pernah mendapat pujian dari ibu.

Janganlah orang tua lupa  bahwa anak tetap mempunyai keinginan untuk dipuji. Maka, berikanlah pujian di saat ia memang pantas dipuji dan berikan peringatan manakala ia melakukan kesalahan. Katakanlah ia salah kalau ia salah, tetapi jangan lupa memuji jika ia melakukan tindakan positif. Lama kelamaan anak akan bisa memilih yang benar saja dalam tindakannya dan akan berushaa mengubah yang salah. Sikap adil dari orang tua ini dengan sendirinya akan menjauhkan anak dari kebohongan.

wallahua’lam bishshowab

sumber : Mendidik Dengan Cinta, Irawati Istadi

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply